Semenjak kau
bilang padaku bahwa kau putus dengan pacarmu, aku senantiasa menunggu waktu
yang tepat untuk menyatakan perasaanku padamu. Setiap detik kuberpikir tentang
apa reaksi yang akan kau berikan tatkala aku megatakan apa yang ada di dalam
hatiku. Aku berpikir bahwa kau akan berpikir untuk menjauh dariku sehingga aku
menunda hasratku untuk mengatakan isi hatiku.
Sejauh yang
kurasakan, hanya ada dirimu yang selalu mengalun didalam jiwaku. Kau seakan
menancapkan sebuah papan penanda di dalam isi hatiku yang membuatku tak bisa
berhenti memikirkanmu. Semua bayangan indah itu terus saja menggema dalam
pikiranku sampai pada malam harinya kau bilang padaku bahwa, “Van, tadi aku
dikirimi coklat.” Di dalam hati ini aku bertanya siapa yang memberi coklat itu
tapi tanpa sengaja aku menanyakan hal itu padamu dan kaupun menjawabnya, “Ini,
tadi kan aku bilang ke kamu kalo pacarku minta putus tapi gak tau kenapa dia
malah ngirim coklat ke aku.” Setelah mendengar penjelasan darimu tentang
kiriman coklat itu, akupun mengerti bahwa sesungguhnya kau benar-benar masih
menyayangi pacarmu itu. Walaupun demikian papan penanda yang seolah kau
tancapkan dalam hatiku tak juga kurasa tercabut dan justru semakin dalam
tertanam di dalam hatiku.
Selanjutnya yang
kita lakukan adalah saling mengirim pesan singkat yang membahas kegembiraan
hatimu kala mendapat kiriman coklat tersebut. Hatiku seolah terbelah menjadi
dua. Satu sisi menggambarkan kesedihanku karena peluang tuk memilikimu semakin
berkurang dan di sisi lain aku merasa senang karena kau bisa tersenyum lagi.
Tak ada kebahagiaan yang bisa melebihi kebahagiaan ketika melihatmu gembira. Tertawa
riang, tersenyum hangat dan selalu tampak riang. Sungguh aku menyayangimu
apapun yang terjadi.
Aku sempat
berpikir untuk menghiburmu dengan caraku. Ketika kau dan teman-temanmu duduk
dan saling bertukar ucapan didepan kelasmu akupun kesana dan seolah tak
memperdulikanmu aku langsung mencubit pipi temanmu. Dalam otakku
tersirat pikiran bahwa jika aku melakukan hal itu, mungkin kau akan tersenyum
dan tertawa riang sehingga kulakukan ide tersebut. Kudatangi temanmu dari
belakang dan dia tidak menyaksikan kehadiranku dan tanpa basa-basi lagi aku
mencubit pipinya hingga dia mengerang kesakitan. Bukan maksudku untuk menyakiti
temanmu itu, yang kuinginkan adalah melihat senyum manismu dari dekat dan
membuatmu kembali tertawa dan ternyata hal itu berhasil. Kau dan teman-temanmu
seolah tampak bahagia ketika aku mencubit pipi temanmu itu. Kulihat sejenak
senyum manismu itu dan aku merasa bahwa
papan penanda isi hati yang kau tancapkan tepat di relung hatiku kembali
menggema. Aku menyayangimu.
Sebelumnya : Galau Story : Perpisahan kita, awal dilema ini
Selanjutnya : Galau Story : Nikmatnya sebuah kerinduan
Selanjutnya : Galau Story : Nikmatnya sebuah kerinduan
0 Comments