Selamat Datang di Negaraku, Indonesia

Berawal dari sebuah langkah kecil yang aku lakukan ketika baru bisa berjalan, kini aku sudah berada jauh melampaui apa yang aku inginkan. Dulu yang kupikirkan hanyalah sekolah sampai SMA kemudian bekerja membantu perekonomian orangtuaku, tapi kini dengan atau tanpa kusadari aku sudah berada di jenjang pendidikan tinggi. Melampaui segala ekspektasi yang ada di masa kecilku, banyak orang yang tidak percaya kalau seorang yang dulu sempat diangap sampah oleh guruku sendiri di kelas satu SMA mampu belajar hingga tingkat lanjutan di salah satu universitas ternama di Indonesia dan akhirnya sekarang aku mampu menepis segala ucapan buruk yang datang padaku dengan pencapaian ini.

Sempat aku mencoba melihat lagi masa-masa yang sudah aku lalui dan mencoba kubandingkan dengan apa yang dialami dengan generasi penerus pada masa ini. Banyak hal yang dulunya aku harapkan dengan generasi baru ini ternyata tidak dapat mereka lakukan. Sepertinya, mereka sudah termakan dengan slogan-slogan pasar yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik. Walaupun memang benar jika sebelum memikirkan orang lain dalam skala yang lebih besar ada baiknya juga untuk melihat ke diri sendiri, apakah kita sudah layak untuk memikirkan orang lain? Tapi hal yang saya maksudkan disini adalah mereka seperti sama sekali tidak peduli siapa mereka dan hanya melihat dunia dari kacamata pasar. Dalam sebuah dinamika seperti ini penerus yang seharusnya memiliki suri teladan yang tinggi malah terjebak dalam lingkaran setan yang berupa uang, tren dan selera pasar.

Sempat aku melihat anak-anak TK pada masa ini dan kubandingkan dengan anak TK pada masaku. Anak TK pada masa ini lebih cenderung untuk bermain dirumah dibandingkan bermain dengan teman diluar. Mungkin ini adalah salah satu hal yang dihasilkan oleh orang tua yang terlalu protektif terhadap anaknya. Memang benar waspada  itu penting tapi tidak boleh sampai membatasi kreatifitas yang dimiliki oleh sang anak. Coba kita perhatikan anak-anak TK pada masa ini, bermain gadget milik orangtuanya dengan senangnya tanpa tahu bahwa diluar sana masih ada banyak hal yang belm dia ketahui. Bandingkan dengan anak-anak TK pada masa saya, dulu kami sering bermain keluar untuk mengembangkan pengetahuan dan mencoba berhubungan dengan lingkungan dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tentu dengan naungan dari orang tua. Satu hal yang saya takutkan dari cara yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua zaman ini adalah, mungkin saja karena dari kecil anaknya sudah biasa hidup dalam dunianya sendiri nantinya menjadi seorang yang anti-sosial dan mungkin juga dia menjadi orang yang hanya bisa dikontrol tetapi tidak pernah memiliki inovasi untuk mengembangkan sesuatu.

Sempat juga aku melihat anak-anak SD dimasa ini yang kulihat begitu berbeda dari zamanku dulu. Sekarang banyak kita temui anak-anak SD yang belum memakai BH saja sudah memakai BB, ini seperti perubahan yang sangat pesat dalam waktu yang cukup singkat. Satu ironi yang tidak dapat saya mengerti dari masa sekarang ini adalah kenapa banyak sekali anak-anak SD yang sudah mengenal pacaran padahal mereka belum tahu apa arti dari kata “hati”. Coba kita lihat di media sosial, anak-anak SD sudah banyak yang belajar galau, sudah banyak juga yang pamer pacar dan bahkan sudah mulai update status dalam tataran yang ekstrem. Ini menjadi ironi yang sangat luar biasa. Mereka tidak berpikir bahwa ada hal yang bisa mereka lakukan untuk mengembangkan diri mereka dan malah terjerumus dalam ajaran sinetron yang menjadi tontonan sehari-hari mereka. Bandingkan dengan waktu aku masih SD dulu, tidak ada yang melakukan berbagai hal diatas. Kami lebih memilih untuk bermain bersama semua teman yang ada,selama kami merasa senang bersama tidak akan terjadi masalah apapun.

Sebuah ironi yang lebih mengherankan terjadi pada anak-anak SMP kita saat ini. Apa yang kulihat dari mereka saat ini adalah sekumpulan orang yang termakan oleh gengsi. Mereka seolah merasa dirinya hina jika tidak tahu apa-apa yang menjadi tren di dunia ini. Satu hal yang lebih parah dari mereka adalah pikiran kotor yang tidak juga hilang. Masa-masa SMP memang adalah masa dimana rasa ingin tahu memuncak, tapi kebanyakan siswa SMP saat ini menggunakan rasa penasaran ini dalam kadar yang salah. Mereka lebih tertarik pada hal-hal yang tabu daripada hal-halyang bersifat akademik. Bandingkan dengan masa dulu dimana para pelajar lebih merasa perlu untuk berinovasi. Hasil dari produk masa lalu yang lebih produktif dari masa sekarang yang lebih konsumtif membuktikan hal itu.

Dari sekian banyak hal diatas, satu hallebih parah terjadi pada anak-anak SMA. Tawuran ada dimana-mana, kasus pemerkosaan merebak, budaya bolos berkembang pesat dan yang libih parah lagi sudah banyak anak SMA yang terjerumus pada busuknya minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Satu hal yang menjadi puncak dari segala ironi ini adalah dimana pemerintah kita yang seharusnya mengatur hal ini dan membuat suatu tatanan yang lebih baik di negara ini. Apa salah dari anak-anak yang disebutkan diatas sehingga harus menjadi tumbal dari perubahan zaman. Dimana kalian disaat genting seperti ini? Sistem pendidikan yang kacau, organisasipemerintahan yang lebih kacau ditambah dengan konflik-konflik berkepanjangan membuat ironi ini semakin terasa ironis.

Jika kalian melihat segala ironi yang kutuliskan diatas, berarti kalian berada di negaraku. Welcome to Indonesia.



Post a Comment

0 Comments