Kesusastraan
adalah bagian dari kebudayaan, maka dengan datangnya kebudayaan India di nusantara
datang pulalah kesusastraan india. Mulai awal tahun Masehi di India telah berkembang kesusastraan yang berpusat kepada kitab-kitab suci agama Hindu
sesudah perkembangan agama Budha, yaitu kitab-kitab Purana (Wojowasito, 1967). Di samping Hinduisme ini, berkembang
pulalah agama Budha, baik Mahayana, maupun Hinayana, dengan seluruh
kesusastraannya. Tidak hanya kesusastraan yang berhubungan dengan agama saja
yang berkembang, tetapi di samping itu terdapat pula karangan-karangan yang mementingkan
indahnya bahasa, halusnya rasa, bagusnya irama. Dimulai dari situlah timbul sajak yang
terkenal bagusnya bagi bangsa India, yang disebut Kawya.
Pada
abad ketujuh di Nusantara ada kerajaan besar yang sedang berasda pada puncak kejayaan yaitu kerajaan Sriwijaya di
Sumatra dan kerajaan
Mataram di Jawa Tengah. Kebesaran Sriwijaya dapat dilihat dari adanya
piagam-piagam yang terdapat dan dari berita-berita orang Tionghoa, sedang
kebesaran Mataram dapat dilihat dari berkas-berkasnya misalnya Borobudur,
Kalasan dan Mendut. Kesusastraan Sumatra dan sekitarnya termasuk pula
Semenanjung Malaka hanya dapat dipelajari hingga permulaan abad ketujuh belas
dan itupun sangat sukar, karena
kurangnya kitab-kitab yang dapat dipelajari. Dalam bagian tentang sejarah
politik dalam kitab ini telah diketahui, bahwa pusat kerajaan berpindah dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Dengan berpindahnya keraton, berpindah pula pusat
perkembangan kesusastraan, karena harus diingat, bahwa keratonlah yang pada waktu
itu memelihara kaum pujangga. Kebiasaan itu masih dapat dilihat hingga akhir
abad 19 di keraton Sunan Solo. Pujangga-keraton daerah istimewa kesunanan yang
terakhir yaitu Ronggowarsito.
Sejarah
studi sastra mencatat bahwa pengertian sastra tidak pernah berlaku universal
sepanjang zaman. Di Indonesia, di Eropa, juga di belahan bumi lain penegertian
sastra selalu berubah-ubah sejalan dengan perkembangan sastra itu sendiri.
Dalam sastra Jawa zaman dahulu berkembang sastra Jawa Kuno, kemudian sastra Jawa
Tengahan, sastra Jawa Baru, dan berkembang sastra Jawa Moderen.
Secara
garis besar dapat dikatakan bahwa sastra Jawa Kuno terpisah dengan sastra Jawa
Moderen, dengan perkiraan batas waktunya adalah akhir abad XIX dan awal abad
XX. Sastra Jawa Klasik yang berkembang akhir abad XIX memiliki bermacam-macam bentuk,
seperti kakawin, kidung, babad, dan
sebagainya. Isinya pun beragam pula, misalnya tentag ajaran agama, budi
pekerti, hukum, sejarah,epos, fabel, legenda, sage, mite, dan lain-lain (ingat:
kitab Pararaton, Mahabharata, Ramayana,
Arjuna Wiwaha,Wulangreh, Babad Tanah Jawi, Wedhatama, Serat Kalatidha, Serat
Panji, Pandhawa Jaya, Sutasoma, Negarakertagama, dan sebagainya.
0 Comments