Berdasarkan bahasa jawa yang digunakan, Sastra
Jawa dapat dibedakan menjadi Sastra Jawa Kuno, Sastra Jawa Tengahan, Sastra
Jawa Baru, dan Sastra Jawa modern.
Sastra Jawa Kuno
Sebagian besar Sastra Jawa Kuno berbentuk kakawin (puisi) yang menggunakan metrum India,
tetapi terdapat juga yang berbentuk parwa (prosa). Bahasa Jawa Kuno sering disebut sebagai Bahasa Kawi, akan tetapi sebutan Bahasa Kawi
bagi Bahasa Jawa Kuno tidaklah tepat. Bahasa Kawi hanya berarti bahasa para Kawi, yakni para
penulis kakawin. Bahasa Jawa Kuno sesunguhnya tidak hanya
digunakan dalam kakawin saja, parwa juga menggunakan Bahasa Jawa Kuno sehingga sebutan Bahasa Kawi lalu menjadi terlalu
sempit. Memang pernah ada penggunaan istilah Bahasa Parwa, tetapi sebagaimana
sebutan Bahasa Kawi, sebutan Bahasa Parwa juga terlalu sempit, hanya mencakup
sebagian saja, tidak mencakup semuanya.
Sastra Jawa Kuno hidup pada abad IX-
XVII, atau pada masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu Jawa, yakni sejak Mataram
Hindu sampai Majapahit. Beberapa karya besar zaman Jawa Kuno antara lain:
-
Ramayana karya Yogiswara
-
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa
-
Hariwangsa karya Mpu Panuluh
-
Bharatayuddha karya Mpu Sedah dan Panuluh
-
Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh
-
Krsnayana karya Mpu Panuluh
-
Smaradahana karya Mpu Dharmaja
-
Arjunawijaya karya Mpu Tantular
-
Sutasoma karya Mpu Tantular
-
Nagarakrtagama karya Mpu Prapanca
-
Lubdaka/Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung (Zoetmulder, 1985: 453).
Contoh sastra Jawa Kuno:
Kitab Candha
Karana, Kakawin
Ramayana karya empu
Yogiswara, kitab Budha Mahayana Sang
Hyang Kamabayanikam, Kitab Brahmandapurana, Serat Mahabarata, uttarakanda,
Adiparwa, Sabhaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Asramawasaparwa,
Mosalaparwa, Prasthanikaparwa, Swargarohana-parwa, Kunjarakarna.
·
Sastra Jawa Tengahan
Bahasa
Jawa Tengahan digunakan sekitar abad XVI, atau pada masa akhir Majapahit sampai
dengan masuknya Islam ke Jawa. Karya Sastra Jawa Tengahan sebagian besar dalam
bentuk kidung (Puisi). Berbeda dengan
kakawin yang menggunakan metrum
India, kidung menggunakan metrum
Jawa. Beberapa karya Kidung antara lain:
-
Kidung Harsawijaya
-
Kidung Ranggalawe
-
Kidung Sorandaka
-
Kidung Sunda
-
Wangbang Wideya
-
Sri Tanjung
(Zoetmulder, 1985: 532)..
Contoh sastra Jawa
Pertengahan:
Kitab Arjuna Wiwaha, Kakawin Kresnayana, Kakawin Sumanasantaka, Kakawin
Smaradahana dan Kakawin Bhomakawya, Kakawin Bhatarayudha karya, Hariwangsa, dan Gathotkacasraya, Kakawin Wrettasancaya dan Lubdhaka,
Negara Kertagama, Kakawin
Arjunawijaya dan Kitab Sutasoma, Kitab Nawaruci
·
Sastra Jawa Baru
Penggunaan Bahasa Jawa Baru bermula sejak masuknya Islam ke Jawa, dan
semakin berkembang saat kerajaan Demak berkuasa. Berbeda dengan sastra Jawa
Kuno dan sastra Jawa Tengahan yang tidak menyisakan sastra lisan, Sastra Jawa
Baru masih meninggalkan sastra dalam bentuk lisan. Sastra Lisan kebanyakan
berkembang dalam tradisi masyarakat lokal bersama folklor setempat. Sastra
Lisan ini sering juga disebut sebagai Cerita Rakyat.
Contoh
karya sastra Jawa Baru :
Babad Dipenegoro I,
Babad Diponegoro III, Bendhe Ki Becak, Serat Jatimurti, Serat Madurasa,
Kasarasing batin, Wedharama Winardi, dan artikel-artikel Ki Hajar
Dewantara.
·
Sastra Jawa Modern
R.Ng. Ranggawarsita dikenal sebagai
pujangga terakhir Sastra Jawa. Setelah kematiannya berkembanglah Sastra Jawa
Modern. Kemunculan Sastra Jawa Modern bersamaan dengan munculnya penerbit dan
surat khabar,
seperti Penerbit Balai Pustaka (1917), Surat Khabar Bromartani (1885), Surat Khabar
Retnodumilah (1895), Surat Khabar Budi Utomo (1920) dan lain-lain.
Tokoh Sastra yang muncul pada masa
ini adalah Ki Padmosusastra, yang oleh Imam Supardi dijuluki “Wong mardika
kang kang marsudi kasusastran Jawa” (Suripan, 1975: 8). Ki Padmosusastra
lebih banyak menulis prosa daripada puisi (tembang). Ki Padmosusastra
juga menerbitkan karya-karya pujangga sebelumnya. Beberapa karyanya antara
lain: Rangsang Tuban, Layang Madubasa, Serat Pathibasa.
Pada periode ini banyak karya berupa
kisah perjalanan, misalnya Cariyos Kekesahan Saking Tanah Jawi Dhateng Nagari
Welandi tulisan RMA Suryasuparta. Terdapat juga karya terjemahan dari
sastra dunia, seperti Dongeng Sewu Setunggal Dalu.
Sastra Jawa Modern periode 1920 –
1945 sepenuhnya didukung oleh penerbit Balai Pustaka, Majalah Panjebar
Semangat. Novel pertama diterbitkan
tahun 1920 berjudul Serat Riyanto tulisan RM Sulardi. Sejak tahun 1935 crita
sambung mulai berkembang, diawali oleh cerita bersambung karya Sri Susinah
dengan judul “Sandhal Jinjit Ing Sekaten Sala” (PS No. 44 Tahun III, 2
Nov 1935). Disusul kemudian dengan perkembangan crita cekak yang dimulai
oleh terbitnya karya Sambo yang berjudul “Netepi Kuwajiban” (PS No. 45
Tahun III, 9 Nov 1935). Geguritan muncul agak belakangan, yakni berjudul “Dayaning
Sastra” karya R. Intoyo dalam majalah Kejawen No, 26 tanggal 1 April
1941.
Sejak
saat itu Sastra Jawa Modern terus berkembang hingga saat ini dengan didukung
oleh ratusan pengarang yang masih setia.
·
Sastra Puisi Jawa Moderen
Sebagai contoh di bawah ini jenis tembang macapat Dhandhanggula.
Song-song gora
/ candraning hartati /
lir winidyan
/ sarosing parasdya /
ringa-ringa
/ pangriptane //
tan darbe /
labdeng kawruh /
angruruhi /
wenganing budi //
kang mirong
/ ruhareng tyas /
njaga /
angkara nung //
minta luwar /
ring duhkita /
aywa kongsi /
kewran lukiteng kinteki /
kang kata /
ginupita // (Serat Cemporet karya R.Ng. Ranggawarsita)
Di bawah ini contoh tembang
Pucung dan tembang Asmaradana.
Pucung.
Ngelmu
iku kelakone kanthi laku
lekase
lawan kas
tegese kas nyantosani
setya budya pangekese dur angkara
(Wedhatama III: 1, karya K.G.P.A.A Mangkunagara IV)
Asmaradana
Anjasmara
ari mami
mas mirah kulaka warta
dasihmu
tan wurung layon
aneng
kutha Prabalingga
prang tandhing Urubisma
kariya
mukti wong ayu
pun
kakang pamit palastra
(dari: Serat Patine Menakjingga)
0 Comments