Sejarah perjuang bangsa Indonesia selama ini telah
menempuh perjalanan yang sangat panjang, dimulai dari jaman sebelum masa
penjajahan, jaman penjajahan, dilanjutkan dengan masa merebut dan
mempertahankan kemerdekaan. Tiap-tiap masa tersebut memiliki tantangan
tersendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pada tiap masanya. Tantangan
tersebut juga dihadapi oleh bangsa indonesia dengan nilai-nilai perjuangan
bangsa yang dilandasi oleh jiwa dan tekad kebangsaan bangsa indonesia. Semuanya
tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kesatuan kekuatan yang mampu melahirkan
negara kesatuan republik indonesia yang utuh.
Di era revolusi fisik sekarang ini, semangat juang bangsa
merupakan sebuah kekuatan mental spiritual bangsa yang melahirkan perilaku
heroik dan patriotik yang dapat menumbuhkan kekuatan kesanggupan dan kemauan
yang luar biasa. Dalam situasi dan kondisi apapun hendaknya kekuatan dan
semangat yang dimiliki bangsa indonesia tersebut tetap ada dan membara,
sehingga nilai nilai tersebut masih bisa dijadikan sebagai acuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang dialami bangsa. Namun sebagai fenomena
sosial hal tersebut juga mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika
kehidupan nasional.
Seperti yang telah kita ketahui seusai perang dunia ke II
(1939-1945) dunia mengalami perang dingin yang dipelopori oleh Amerika Serikat
di blok barat dan Uni Sovyet di blog timur yang berlangsung hapir setengah
abad. Pada akhir abad ke 20 situasi politik dunia berubah secara drastis diawali dengan
runtuhnya tembok berlin pada tahun 1989 hingga bubarnya Uni Sovyet. Perang
dingin pun berakhir secara mendadak di luar perhitungan kedua belah pihak.
Akibatnya, pada salah satu sisi dunia mengalami kevakuman baik dalam sisi
konsep hingga strategi maupun kepemimpinan politik, sementara itu di sisi lain
masyarakat dunia menginginkan tatanan dunia baru yang sejahtera, aman, dan
berkemanusiaan.
Perubahan yang sangat mendadak tersebut membuat wahington
kehilangan pegangan dan pedoman dalam mengarahkan perubahan mondialnya. Untuk
merubah strategi yang telah dijalankan bukan merupakan hal yang mudah dan tidak
bisa dilakukan dalam waktu yang singkat,sementara keinginan warga yang
menginginkan perubahan terus mendesak. Dalam keterdesakan dan kekosongan konsep
tersebut AS selaku pemenang dan adikuasa tunggal nampaknya hanya mengambil
jalan mudah. Dilihat dari runtuhnya tembok berlin AS menganggap dunia kini tak
bersekat, sehingga AS mulai memperkenalkan apa yang sekarang ini dikenal dengan
“Globalisasi”, yang sebenarnya bukan konsep yang diharapkan untuk mengisi
kevakuman konsep dunia.
Proses globalisasi ini sebenarnya telah melanda dunia
jauh sebelum perang dingin usai namun hanya para pengamat saja yang tidak teralalu
menaruh perhatian pada hal itu karena itu dianggap bukan sebagai hal yang
penting. Gejala awal globalisasi dimulai dari penyebaran makan tertentu, mode
dan gaya hidup para kalangan metropolitan masyarakat dunia industri maju terhadap
masyarakat di bagian lain, hal tersebut didukung dengan perkembangan kemajuan
teknologi dan komunikasi.
Kemajuan yang pesat di bidang komunikasi tersebut
menjadikan penyebaran informasi berjalan dengan singkat dan hingga melampaui
batas negara. Hal tersebut menjadikan masyarakat merasa bahwa dunia ini mejadi
semakin “sempit”. Kemajuan IPTEK dalam berbagai bidang menjadikan dunia ini
semakin transparan. Tidak ada lagi batasan antara bagian dunia yang satu dengan
yang lain. Namun orang-orang belum belum berbicara tentang globalisasi. Istilah
tersebut baru muncul saat perang dunia telah usai. Pada saat itu para politisi
dan ilmuan berlomba-lomba untuk mendeklarasikan istilah tersebut dengan
interpretasi dan pemahaman sesuai masing-masing kalangan yang
mendeklarasikanya. Hal tersebut menjadikan seluruh dunia mengumandangkan
globalisasi, apalagi AS sebagai pemenang perang merasa sebagai pemegang kekuasaan penuh atas dunia, dan
mulai gencar mengkampanyekan globalisasi. Saat manusia muak akan semua hal, dan
mendambakan tatanan dunia baru mereka justru dihadapkan pada situasi yang tak
tentu. Dengan dukungan dari negara negara barat Washington mulai memaksakan
pebaharuan melaui penerapan HAM, demokrasi, dan sistem dagang negara-negara
berkembang.
Pertanyaanya apakah pembaharuan itu benar benar memenuhi
kebutuhan masyarakat dunia? Masalahnya tiap negara memiliki latar belakang
budaya dan sejarahnya masing-masing padahal pebaharuan tanpa konsep yang jelas
akan membuka peluang munculnya disintegrasi. Pergolakan yang terjadi di Afrika
dan disintegrasi yang melanda Uni Sovyet
dan Yugoslavia menjadi salah satu bukti nyata.
Pengaruh globalisasi juga ditandai dengan kuatnya
pengaruh lembaga internasional dan campur tangan negara maju atas pencaturan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan militer global. Hal itu tentu akan
menimbulkan berbagai konflik terhadap selurunh negara dan lembaga internasional
di dunia. Lebih buruk lagi isu tersebut juga digunakan oleh negara negara maju
untuk menyudutkan dan mendiskreditkan negara-negara lain, khususnya negara
berkembang.
Ancaman lain yang lebih besar yaitu isu globalisasi juga
menciptakan struktur baru, yaitu struktur global yang mempengaruhi masyarakat.
Dengan kata lain globalisasi mempengaruhi kondisi mental spiritual
masyarakat.meski anggapan masyarakat globalisasi adalah sebagai pengisi
kevakuman kosep dunia tetapi kehadirannya menjadi sesuatu yang tak bisa
terelakan. Peran AS sebagai pemegang strategi global yang diukung oleh negara-negara
maju menjadikan globalisasi sebagai paradigma baru dunia abad ke-21, hal tersebut berakibat siap atau tidak siap
negara lain harus menerima kenyataan tersebut.
Untuk Indonesia saat ini negara dan bangsa dihadapkan
oleh tiga permasalahan yaitu, tantangan dan pusaran arus globalisasi, masalah
internal negara seperti KKN, separatisme, teror, dan lainya, bagaimana cara
kita masyarakat indonesia menjaga agar roh reformasi masih berjalan pada
jalurnya. Untuk itu perlu adanya lankah–langkah strategis, yaitu, reformasi
sistem yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar dan perangkat
legal sistem politik; reformasi kelembagaan yang menyangkut pengembangan dan
pemberdayaan lembaga-lembaga politik; pengembangan kultur atau budaya politik
yang lebih demokratis serta tertanamnya komitmen untuk lebih baik.
Apabila yang pertama dan kedua didominasi oleh lembaga
eksekutif dan legislatif yang ketiga harus dilakukan oleh seluruh masyarakat.
Pemberdayaan ini harus dilakukan secara massal, berkesinambungan dan dalam
bingkai paradigma yang jelas.
1.
Pendidikan
Kewarganegaraan : Belajar dari Banyak Negara
Setiap warga negara hakikatnya dituntut untuk hidup
berguna dan bermakna bagi nusa dan bangsa. Untuk itu, diperlukan bekal ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni yang berdasar pada nilai nilai agama, moral dan
budaya bangsa.
Pendidikan kewarganegaraan bukanlah agenda baru di dunia.
Hanya saja, proses globalisasi mendorong munculnya pemikiran baru mengenai
pendidikan kewargaegaraan di berbagai negara. Banyak negara seperti Jepang,
Canada, negara negara di Asia dan eropa telah memprakarsai projek demokratisasi
untuk menopang pengembangan kurikulum pendidikan kewarganegaraan.
Amerika serikat mengatur
pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum sosial selama satu tahun yang
pelaksanaanya diserahkan kepada negara-negara bagian. Materi yang diajarkan
mengarah pada:
·
Bagaiman
cara menjadi warga negara yang produktif dan sadar. akan haknya menjadi warga
amerika dan warga dunia.
·
Nilai-nilai
dan prinsip demokrasi konstitusional.
·
Kemampuan
mengambil keputusan selaku warga masyarakat demokratis dan multikultural di
tengah dunia yang saling tergantung.
Australia mengarahkan pendidikan kewarganegaraan pada discovering democracy yaitu:
·
Prinsip,
proses, dan nilai demokrasi.
·
Proses
pemerintahan.
·
Keahlian
dan nilai partisipasi aktif di masyarakat.
Materi pendidikan kewarganegaraan di negara-negara Asia
semisal jepang ditekankan pada, japanese
history, ethics and philosophy, di Filipina materi difokuskan pada: philipino, family planning, taxation and landreform, philipine new constitution, dan study of humanity.
Terlihat dari contoh diatas bahwa secara umum pendidikan
kewarganegaraan di asia lebih menekan pada aspek moral, kepentingan komunal,
identitas nasional dan perspektif internasional, sedangkan Amerika dan
Australia lebih memfokuskan pada pentingnya hak dan tanggung jawab individu,
sistim dan proses demokrasi, HAM , dan ekonomi pasar.
A.
Pendidikan
Kewarganegaraan di Indonesia
1.
Pengantar
Kewargangaraan
UU No. 2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional
pasal 39 ayat (2) mengatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
di Indonesia wajib memuat pendidikan
pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Dalam keputusan mendikbud No.
056/U/1994 tentang pedoman penyusun kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian belajar mahasiswa, ketiganya
dimasukan dalam mata kuliah umum (MKU) yang wajib diberikan dalam kurikulum
tiap bidang studi.
Keluarnya keputusan dirjen DIKTI No. 267/DIKTI/2000
tentang penyempurmaan kurikulum menjadikan MKU berubah sebutn menjadi MKPK
(mata kuliah pengembang kepribadian)
substansi mata kuliah kewiraan direvisi dan selanjutnya namanya diganti
menjadi pendidikan kewarganegaraan. Mata kuliah kewarganegaraan kembali
disempurnakan atas keluarnya surat keputusan dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/ 2002
dan surak keputusan dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/2006 tentang rambu-rambu
pelaksanaan mata kuliah pegembang kepribadian di perguruan tinggi
2.
Materi
Pokok
Materi
pokok kuliah kewiraan adalah wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan
strategi nasional, politik strategi pertahanan dan keamanan nasional serta
sistim pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang dititik beratkan pada PPBN
dan beberapa kali mengalami perubahan. Sesuai dengan surat keputusan dirjen
DIKTI No. 43/DIKTI/2006 objek kajian pembahasan pendidikan kewarganegaraan
difokuskan pada :
·
Filsafat
pancasila.
·
Identitas
nasional.
·
Negara
dan konstitusi.
·
Demokrasi
Indonesia.
·
HAM
dan rule of law.
·
Hak
dan kewajiban warga negara.
·
Geopolitik
Indonesia.
·
Geostrategi
Indonesia.
3.
Landasan
Hukum
a. UUD 1945
·
Pembukaan
UUD ‘45 alenia 2 dan 4.
·
Pasal
27 ayat (1) tentang kesamaan kedudukan dalam hukum.
·
Pasal
30 tentang bela negara.
·
Pasal
31 tentang hak mendapat pengajaran.
b. Tap MPR No. II/MPR/1999 tentang GBHN.
c. UU No. 20/Tahun 1998 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertahanan keamanan negara republik indonesia.
d. UU No.2 tahun 1989 tentang sistim pendidikan nasional.
4.
Tujuan
Tujuan pendidikan kewarganegaraan dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Umum
Untuk memberi bekal pengetahuan dan kemampuan dasar
kepada mahasiswa mengenai hubungan antar warga negara terhadap negara dan PPBN
b. Khusus
·
Agar
mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun,
jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara RI terdidik dan
bertanggung jawab.
·
Agar
mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis
dan bertanggung jawab berlandaskan pancasila, konsepsi wawasan nusantara, dan
ketahanan nasional.
·
Agar
mahasiswa memiliki sifat dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa, bangsa, dan negara.
5.
Kompetensi
yang Diharapkan.
Pendidikan kewarganegaraan pada masa ini sangat mendesak
dan diperlukan oleh masyarakat Indonesia karena dalam masyarakat banyak
ditemukan berbagai patologi yang kontraproduktif dengan penegakan demokrasi.
Beberapa patologi tersebut antara lain,
a. Hancurnya nilai-nilai demokrasi di masyarakat.
b. Memudarnya kehidupan kewarganegaraan dan nilai-nilai
komunitas.
c. Merosotnya nilai toleransi dalam masyarakat.
d. Memudarnya nilai kejujuran, kesopanan, dan sopan santun
dalam masyarakat.
e. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga.
f. Kerusakan sistim dan kehidupan ekonomi.
g.
Pelanggaran
terhadap nilai-nilai kebangsaan
Kompetensi
yang diharapkan dari mata kuliah pendidikan kewarganegaraan antara lain:
·
Agar
mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki pilihan pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
·
Agar
mahasiswa mampu berpartisipasi dalam mencegah dan menghentikan berbagai tindak
kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
·
Agar
mahasiswa mampu berpikir kritis dan objektif
terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi.
·
Agar
mahasiswa mampu meletakan nilai-nilai dasar secara bijak.
Dari uraian tersebut terlihat betapa pentingnya
pendidikan kewarganegaraan terlebih lagi negara dihadapkan pada tantangan
globalisasi, sehingga negara sangat membutuhkan sikap patriotik, jiwa nasionalistik serta kesadaran bela
negara dari segenap warga negaranya.
0 Comments